Welcome To My Private Blog, Have Fun ^^

Kamis, 28 Februari 2013

Eksistensi Shalat Pada Agama Samawi

Apakah agama samawi itu?
Agama samawi atau disebut juga agama langit, adalah agama yang dipercaya oleh para pengikutnya dibangun berdasarkan wahyu Allah. Beberapa pendapat menyimpulkan bahwa suatu agama disebut agama Samawi jika:
                     Mempunyai definisi Tuhan yang jelas
                     Mempunyai penyampai risalah (Nabi/Rasul)
                     Mempunyai kumpulan wahyu dari Tuhan yang diwujudkan dalam Kitab Suci
Di dunia ini agama-agama besar yang dianggap agama samawi di antaranya Yahudi, Kristen, Islam.

Dalil-dalil tentang shalat sebelum agama Islam.
“Dan Kami telah memberikan kepada-nya (Ibrahim) lshak dan Ya'qub, sebagai suatu anugerah (daripada Kami). Dan masing-masingnya Kami jadikan orang-orang yang shaleh. Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada, mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah” (Qs al-Anbiya 21:72-73)


“Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku” (Qs Thaha 20:13-14)

“Berkata Isa: "Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi, dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup” (Qs Maryam 19:30-31).

Sedikit ulasannya.
Ketika Khalifah Umar bin Khatab, memasuki Yerusalem pada tahun 636, dia disambut oleh Sophronius I (634-638), Patriarkh dan Uskup Agung Gereja Orthodox Yerusalem dan diantarkan ke tempat ibadah Kristen yang paling suci, Gereja Makam Suci (Holy Sepulchere Church). Ketika ia hendak memasuki tempat suci itu terdengar adzan Shalat Dzuhur. Uskup Sophronius adalah seorang tuan rumah yang penuh hormat, maka ia bertanya kepada Sang Khalifah: “Tidakkah tuan akan menjalankan Shalat? Akan saya ambilkan sehelai sajadah untuk Anda dan Anda akan dapat menjalankan Shalat di sini”. Sang Khalifah berpikir sejenak dan berkata: “Terima kasih, tetapi maaf. Jika saya menjalankan Shalat di tempat suci Anda, para ummat saya akan menirunya dan merebut tempat ini. Saya akan pergi ke tempat yang agak terpisah”. Maka ia pun pergi menjauh dan menjalankan Shalatnya di tempat yang sekarang merupakan sebuah masjid di dekat situ. Dari kisah nyata dalam sejarah ini tahulah kita bahwa Gereja Kristen Perdana sejak awal (sebelum kedatangan pasukan dan kaum Muslim) sudah melakukan Shalat.
Dalam Gereja Orthodox ada dua bentuk Sembahyang Harian yang mengikuti aturan tertentu ini, yaitu yang mengikuti cara Nabi Daniel : Tiga Kali sehari (Dan. 6:11-12, Mzm. 55:18), atau juga mengikuti pola yang dikatakan oleh Nabi Daud: ”Tujuh kali dalam sehari aku memuji-muji Engkau…” (Mzm. 119:164). Sembahyang tiga kali itu terdiri dari: Pagi, Tengah-Hari, dan Sore Hari (Mazmur 55:18). Waktu-waktu Sembahyang itu sendiri sudah dimulai sejak zaman Nabi Musa. Tuhan memerintahkan agar Imam Harun mempersembahkan korban binatang dan korban dupa pada “Waktu Pagi” dan “Waktu Senja” (Kel. 29:38-39, 30:7-8).
Sebagaimana dikatakan sebelumnya, Gereja Orthodox, seperti Syria dan Mesir, mengenal liturgi doa harian yang disebut, Ashabush Sholawat, yang terdiri dari :
1.        Shalat Sa’atul Awwal (Shalat jam pertama, jam 06.00).
2.        Shalat Sa’atuts Tsalits, (Shalat jam ketiga, jam 09.00).
3.        Shalat Sa’atus Sadis, (Shalat jam keenam, jam 12.00).
4.        Shalat Sa’atut Tis’ah, (Shalat jam kesembilan, jam 15.00).
5.        Shalat Ghurub, (Shalat terbenamnya matahari, jam 18.00).
6.        Shalat Naum (Shalat malam, jam 19.00).
7.        Shalat Satar (Shalat tutup malam, jam 24.00).

Ulasan Lebih Dalam
Shalat Jam Pertama (Sembahyang Singsing Fajar, Orthros, Matinus, Laudes) atau Shalatus Sa’atul Awwal (Shalatus Shakhar), yaitu ibadah pagi sebanding dengan “Shalat Subuh” dalam agama Islam (jam 5-6 pagi). Data ini diambil dari Kitab Keluaran 29:38-41 berkenaan dengan ibadah korban pagi dan petang, yang dalam Gereja dihayati sebagai peringatan lahirnya Sang Sabda Menjelma sebagai Sang Terang Dunia (Yoh.8:12).
Shalat Jam Ketiga (Sembahyang Jam Ketiga, Tercia) atau Shalatus Sa’atus Tsalitsu, Shalat ini sebanding dengan “Shalat Dhuha” dalam agama Islam meskipun bukan Shalat wajib (jam 9-11 pagi). Ini terungkap dalam Kitab Kisah Para Rasul 2:1,15 yang mempunyai pengertian penyaliban Yesus dan juga turunnya Sang Roh Kudus (Mrk.15:25; Kis.2:1-12,15). Itu sebabnya dengan Shalat ini, kita teringatkan agar mempunyai tekad dan kerinduan untuk menyalibkan dan memerangi hawa nafsu sendiri, agar rahmat Allah dalam Roh Kudus melimpah dalam hidup.
Shalat Jam Keenam (“Sembahyang Jam Keenam”, “Sexta”) atau Shalatus Sa’atus Sadis. Ini nyata terlihat dalam Kisah Para Rasul 10:9 dan Shalat ini sebanding dengan “Shalat Dzuhur” dalam agama Islam (jam 12-1 tengah hari), yang mempunyai makna sebagai peringatan akan penderitaan Kristus di atas salib (Luk.23:44-45), dan pencuri yang disalib bersama-sama Kristus bertobat. Berpijak dari makna ini, kitapun diharapkan seperti pencuri selalu ingat akan hidup pertobatan dan selalu memohon rahmat Ilahi agar mampu mencapai tujuan hidup yaitu masuk dalam kerajaan Tuhan.
Shalat Jam Kesembilan (“Sembahyang Jam Kesembilan”, “Nona”) atau Shalatus Sa’atus Tis’ah (Kis.3:1) sebanding dengan “Shalat Asyar” dalam agama Islam (jam 3-4 sore). Shalat ini dilakukan untuk mengingatkan saat Kristus menghembuskan nafas terakhirNya di atas salib (Mrk.15:34-37), sekaligus untuk mengingatkan bahwa kematian Kristus di atas salib adalah untuk menebus dosa-dosa, agar manusia dapat melihat dan merasakan rahmat Ilahi.
Shalat Senja (“Sembahyang Senja”, “Esperinos”, “Vesperus”) atau Shalatul Ghurub. Shalat ini sebanding dengan “Shalat Maghrib” dalam agama Islam (kira-kira jam 6 sore), sama seperti Shalat jam pertama, Shalat ini dilatar belakangi oleh ibadah korban pagi dan petang yang terdapat dalam Kitab Keluaran 29:38-41. Makna dan tujuan Shalat ini adalah untuk memperingati ketika Kristus berada dalam kubur dan bangkit pada esok harinya, seperti halnya matahari tenggelam dalam kegelapan untuk terbit pada esok harinya.
Shalat Purna Bujana (“Shalat Tidur”, “Completorium”) atau Shalatul Naum (Mzm.4:9). Shalat ini sebanding dengan “Shalat Isya” dalam agama Islam (jam 8-12 malam), yang mempunyai makna untuk mengingatkan bahwa pada saat malam seperti inilah Kristus tergeletak dalam kuburan dan tidur yang akan dilakukan itu adalah gambaran dari kematian itu.
Shalat Tengah Malam (“Sembahyang Ratri Madya”, “Prima”) atau Shalatul Lail atau “Shalat Satar” (Kis.16:25). Shalat ini sebanding dengan “Shalat Tahajjud” dalam agama Islam. Shalat tengah malam ini mengandung pengertian bahwa Kristus akan datang seperti pencuri di tengah malam (Mat.24:42; Luk.21:26; Why.16:15), hingga demikian hal itu mengingatkan orang percaya untuk tetap selalu berjaga-jaga dalam menghidupi imannya.

Eksistensi Shalat pada agama Islam
  • Shalat dinilai sebagai tiang agama.
  • Shalat merupakan kewajiban yang paling pertama diturunkan.
  • Shalat kewajiban universal, yang telah diwajibkan kepada nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad SAW.
  • Shalat merupakan wasiat terakhir Nabi Muhammad SAW.
  • Shalat merupakan ciri penting dari orang yang bertakwa sebagai mana Firman Allah dalam Surat Al-Baqarah (2):3.
  • Shalat merupakan ciri dari orang yang berbahagia sebagai mana Firman Allah Surat Al-Mu’minun (23):1-2.
  • Shalat mempunyai peranan untuk menjauhkan diri dari pekerjaan jahat dan mungkar. Firman Allah Surat Al-Ankabuut. (29):45.
  • Shalat dalam agama Islam menempati tempat yang paling tinggi di antara ibadah-ibadah yang lain bahkan nabi menempatkan sebagai tiang agama, sebagaimana sabda nabi :
  • “Pokok urusan ialah Islam, sedangkan tiangnya adalah shalat, dan puncaknya adalah berjuang di jalan Allah” (Al-hadis).
  • Amal seseorang muslim yang pertama kali diperhitungkan di akhirat adalah shalat dan amal lainnya akan memiliki makna / tidak sangat tergantung kepada shalat-Nya.
  • Shalat merupakan satu-satunya kewajiban muslim yang tidak pernah gugur sepanjang akalnya sehat.
Source : Beberapa Buku dan Website

Tidak ada komentar:

Posting Komentar